Aturan Tidak Jelas, Investor Tinggalkan Depok


Sukmajaya | Depok Terkini

Ketidakjelasan kebijakan investasi bakal memicu investor meninggalkan (hengkang) Kota Depok, sehingga hal itu juga berakibat calon investor mengurungkan niatnya untuk menanamkan modalnya di kota belimbing ini.

Warning atau peringatan dini itu terungkap didalam round table discussion bertajuk:  Membangun Investasi dan Iklim Usaha di Kota Depok, yang berlangsung Sabtu (28/11) lalu di Graha Insan Cita, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok.

Namun diskusi yang penting dan strategis bagi kemajuan pembangunan Kota Depok itu sedianya akan dibuka Wakil Walikota Depok Idris Abdul Shomad dan Ketua DPRD Depok Hendrik Tangke Alo serta mengundang para anggota DPRD Depok periode 2014-2019, ternyata hingga diskusi berakhir pukul 23.00 para pejabat negara itu tidak juga datang.

Ketidakhadiran para pejabat eksekutif dan legislative Kota Depok itu tidak mengurangi kualitas diskusi.Direktur Graha Insan Cita Dr Ir Achmad Nasir Biasane dan Wakil Ketua Kadinda Kota Depok Edy Faisal membedah dan mengupas secara tuntas persoalan kebijakan investasi dan iklim berusaha di Kota Depok selama Sembilan tahun ini.

Ketidakjelasan kebijakan investasi di Kota Depok, menurut Edy Faisal, berakibat investor yang sudah terlanjur menginvestasi modalnya di kota ini sulit untuk berkembang, padahal pengusaha atau investor
membutuhkan adanya kepastian dan kejelasan peraturan dan insentif ketika menanamkan modalnya di Depok.

Panjangnya birokrasi dalam perizinan, jelasnya, salah satu pemicu sulitnya bagi investor untuk terus berkembang karena hal itu berdampak menimbulkan high cost. Padahal  secara geografis letaknya
sangat strategis.”Hal ini tentu saja membuat investor tidak tertarik untuk menanamkan modalnya di Kota Depok, bahkan tidak menutup kemungkinan banyak pula investor yang ada di Depok saja saat ini akan meninggalkan (hengkang) Depok,” ungkap pengusaha muda itu.

Berbelit-belitnya mata rantai birokrasi, menurut Achmad Nasir Biasanya, bukan hanya lamanya waktu proses transaksi tetapi lebih dari itu menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Selain disebabkan adanya biaya-biaya yang resmi, lanjutnya, ditambah munculnya biaya yang timbul akibat hilangnya kesempatan-kesempatan ekonomi (opportunity cost), rusaknya mentalitas aparat yang berakibat birokrasi menjadi lahan subur untuk tumbuhnya segala bentuk pungutan liar (pungli).“Panjangnya birokrasi bisa menjadi momok terbesar bagi investor ketika ingin menanamkan modalnya di  Depok,” tegas Nasir.

Untuk itu, Nasir meminta semua pihak khususnya pemerintah daerah melakukan reformasi regulasi dan birokrasi dengan tujuan untuk memotong mata rantai birokrasi dan mengurangi biaya tinggi.selanjutnya, pemerintah daerah perlu mengeluarkan paket kebijakan investasi yang ramah investor dengan mempertimbangkan segala aspek, seperti perpajakan, aturan ketenagakerjaan, kepastian dan penegakan hukum.(jay)